Sebuah Cerita
Curahan Hati
Perkenalkan nama aku Rifsa. Aku baru saja diterima di sebuah smp swasta
bernama SMP 5 Pelita. Dan inilah awal dari semua hal yang terjadi selama ini.
Singkat cerita, hari ini ada pelajaran TIK, jujur saja aku melihat komputer aja
jarang apalagi harus menggunakannya. Tapi apa boleh buat jika aku enggak
mencoba bagaimana aku bisa menggunakan komputer. Deg-degan memang memasuki
laboratorium TIK dan benar dugaanku ada seorang yang wah pokoknya. Dia ganteng,
masih muda, tinggi, putih, dan pokonya sempurna. Dan kaget setengah mati
setelah aku tahu kalo ternyata dia guru TIK. Jangan sampai naksir apalagi jatuh
cinta aku, pikirku dalam hati. Dia memperkenalkan diri, namanya Hidayat,
umurnya 21, dia masih lajang, dan dia baru saja lulus serta masih menjadi guru
honorer. Pelajaran pun dimulai dengan praktek langsugn dan benar saja aku
bener-bener enggak bisa apapun, aku malu dan sangat malu enggak bisa komputer
sama sekali. Sungguh malu hari itu dan aku mendapat nilai terendah.
Dan sejak saat itu, aku mulai curhat tentang kebencianku dalam diary,
pokoknya sejak saat itu aku bener-bener benci sama dia. Ketemu aja males
apalagi harus ikut pelajarannya dia. Huh pokoknya males banget nget nget. Tapi
apa boleh buat itu juga pelajaran wajib yang harus aku ikuti. Namun juga sejak
saat itu aku mulai semangat harus bisa komputer. Aku harus bisa mendapat nilai
terbaik baik dalam praktek maupun tes tertulis, pokoknya harus dan harus. Namun
ada yang aneh setiap kali ada pelajarannya sejak kejadian menyebalkan itu
terjadi, aku selalu memperhatikan wajahnya dan bener-bener larut didalamnya.
Uh, perasaan apa ini aku bingung, setiap kali juga aku sering curhat ke dalam
diary tentang dia dan kejadian itu tanpa sadar terjadi. Hari ini dia memeriksa
buku catatan siswa kelasku. Banyak sekali yang dibuangnya karena catatan enggak
rapi. Deg-degan jika bukuku bernasib sama.
Namun yang terjadi bener-bener diluar dugaanku. Ternyata buku aku menjadi
buku yang rapi dan rajin. Aku pun hanya bengong karena menurutku aku enggak
rajin dan enggak rapi. Dan pokoknya hari ini itu aku senang sekali dan bukan
hanya memuji buku catatanku rapi, dia juga menyebut namaku untuk menjadi contoh
dalam menulis catatan. Hari itu senang bukan kepayang lah pokoknya. Dia juga
meminjam buku catatanku untuk apa aku juga enggak tahu. Tak kira aku bakal
dikasih hadiah dari dia. Tapi entahlah tunggu saja besok dan sejak saat itu
juga aku sering membayangkan aku mendapat sesuatu dari dia. Uh, pokoknya
perasaan dan hayalan tentang dia selalu muncul. Saat aku mulai senang, eh
tiba-tiba dia bertanya buku siapa yang kemarin dia pinjam, aaarrrrrgggg
pokoknya udah jadi hancur, namaku saja dia udah lupa, padahal aku kira dia
bakal ingat nama aku. Ih, dan ternyata salah total. Oke fine aku enggak bakal
bayangin kamu lagi.
Dan rasa sebel itu muncul lagi setelah kejadian dia melupakan namaku
begitu aja. Uh pokonya aku ingin cepat naik dan pindah kelas biar enggak bareng
dia lagi kalo TIK. Lagi pula saat kelas satu aku dianggap sampah dan enggak
ada. Pokoknya aku benci di kelas ini, mereka selalu meremehkan aku, mereka
enggak pernah mau bareng sama aku, mereka mengelompok dan hanya disisakan yang
biasa aja. Aku juga terrmasuk pendiam saat itu jadi aku enggak terlalu
mentingin teman. Aku juga menganggap semua kompak dan enggak ada geng-gengan.
Namun pas semester dua malah begini aku hanya sendiri dan enggak punya teman.
Dan pokonya aku benci kelas satu. Aku ingin keluar dan keluar dari kelas itu.
Hanya kadang saja mereka menghormatiku itu pun hanya beberapa orang
Lanjut cerita dan enggak usah bahas masa suramku dikelas satu bersama
teman-teman yang enggak aku anggap teman. Di kelas dua ini aku menemukan teman
yang sangat menghargai aku dan mereka bener menganggap aku ada, mereka care
sama aku, kami semua satu kelas kompak dan enggak ada perbedaan, kami juga
sering main bersama. Dan disinilah semua berubah dan semua berawal dari sini.
Dan lepas dari cerita teman-temanku, ini kisah tentang suatu kegilaan. Berawal
dari kepala sekolah masuk dan memberi wejangan kepada kami dan tanpa sadar
beliau mengatakan bahwa Pak Hidayat udah nikah kemarin. Dan saat itu hati aku
bener-bener merasakan getaran aneh dan terasa sakit. aku bingung perasaan apa
ini, apakah aku telah jatuh cinta sama dia sejak kelas satu. Aduh, pokonya
jangan sampai, kan aku benci sama dia, bagaimana ini bisa terjadi aku jatuh
cinta sama dia. Arrrgggg, pokonya jangan sampe dia kan udah nikah apalagi dia
guru aku, aku juga masih ketemu dia di kelas tiga nanti. Pokonya jangan sampe
jangan sampe.
Dan ternyata aku bener-bener terjebak benci jadi cinta. Dan kini aku
percaya bahwa hal itu bisa terjadi dan bahkan terjadi sama aku. Aduh pokoknya
aku bingung harus gimana. Setiap kali aku juga sering menunggu dia lewat dari
balik jendela kelas yang memang besar dan bening. Pokonya aku sering curi-curi
kesempatan untuk bisa ngelihat dia walaupun dari jauh. Yang terpenting aku bisa
lihat dia tiap hari. Aku bahkan tahu motor yang dipake dia tiap hari walaupun
dia sering ganti motor. Dan aku kini yakin aku telah terjebak cinta sama dia,
mungkin bisa dikata kalo ini cinta terlarang, tapi aku juga enggak mengharapkan
hal ini. Aku takut jika ada yang mengetahui hal ini. Bisa mati aku ini jika ada
yang tahu. Aku harus bisa jaga pandangan dan rahasia ini sampai kapanpun. Dan
karena dia aku bisa seperti sekarang ini. Punya banyak teman dan mereka
menghargaiku. Jadi eku enggak malu di depan dia.
Rahasiaku tentang ini juga pernah bocor ke kedua orang temanku, aku
memang dekat sama mereka. Hal ini terjadi karena aku sering cerita tentang dia
ke mereka dan semua itu berulang setiap kesempatan. Sehingga mereka mengira aku
suka sama guru itu, aku pun mengelak walaupun sebenarnya iya. Mereka sering
mengejekku PH(pak Hidayat), sampai-sampai ada yang penasaran dengan arti PH,
untung saja mereka menjaga ini dan enggak ngasih tahu ke siapa-siapa. Syukur
aku punya teman seperti mereka. Mereka teman yang baik semua, aku berubah
manjadi lebih berani juga karena guru itu. Pokoknya selama kelas dua aku merasa
sangat senang dan bahagia menemukan dua cinta yang tulus. Satu dari Pak Hidayat
dan yang lain dari teman-teman aku yang menerima keberadaanku.
Kenangan aku dengan guru itu selama kelas dua enggak ada yang spesial,
karena dia enggak ngajar aku. Ya enggak masalah lah yang penting aku bisa
ketemu lebih dekat lagi saat kelas tiga. Walaupun aku sangat males bareng sama
mereka lagi yang super aku benci, terutama Mia Rahmania. Dia bener-bener benci
aku kayaknya sampai kayak gitu sama aku. Tapi yang jelas sekarang aku menemukan
jati diri aku. Sebenarnya ada satu hal yang menjadi kenangan aku dengan guru
itu. Saat ada pagelaran kelas tiga, aku hanya melihatnya dari dalam kelas,
sebenarnya yang jadi pusatnya pandanganku ya jelas dia, karena dia jadi
fotografernya. Aku selalu memandangnya selama pagelaran berlangsung. Justru ini
kebalik yang seharusnya aku hanya sekali-kali memandang dia dan fokus dengan
pagelaran. Namun tak apa lah yang penting aku senang. Namun saat aku
perhatikan, dia sedang mengelus-elus perut. Dan pikiranku langsung menuju bahwa
istrinya sedang hamil. Aku juga enggak langsung dapat kepastian tentang hal
ini. Ya syukurlah kalo dia mau punya anak.
Singkat cerita ini tahun terakhir di smp, yang artinya ini tahun terakhir
aku bisa melihat dia setiap hari. Ada senangnya pun ada enggaknya. Senang bisa
setahun bareng dia walaupun ini juga terakhir kali. Setiap minggu pasti bisa
ketemu dia secara dekat seperti hari ini, hari ini ada pelajarannya dia,
senangnya pasti, bahagianya ada, dan groginya pasti. Enggak sabar pokonya,
karena jujur semenjak kejadian dulu aku jadi senang TIK dan mudah paham apa
yang ia ajarkan. Namun ternyata dia enggak masuk, sial hari ini aku, ada yang
bilang bahwa dia sedang sakit maag. Aku sempat cemas dan kepikiran dia, aku
juga sempat berdoa agar dia cepat sembuh. Eh ternyata salah dugaan, istrinya
sedang melahirkan, aku pun lemas mendengar itu, senang rasanya dia jadi ayah,
namun sakit mendengarnya. Jadi tebakan aku benar saat itu istrinya sedang
hamil.
Setelah beberapa minggu, aku
tau nama anak dari dia, yaitu Gazi, dia
enggak sengaja atau mungkin sengaja karena saking senangnya punya anak dia
cerita tentang nama anaknya di depan kelas. Aku bisa merasakan bahagianya dia
memiliki anak. Hari-hari ketika ada mapelnya atau saat upacara aku selalu
memperhatikan dia. semakin sering karena aku tahu aku bakal berpisah sama dia,
entah bisa ketemu atau enggak aku akan berusaha. Aku juga berusaha memberikan
nilai terbaik ke dia, nunjukin bahwa aku bisa dalam segala hal. Aku ingin dia
bangga sama aku walaupun aku tahu dia enggak mengharapkannya, toh siapa aku,
dan apa hubungannya sama dia. aku sadar bahwa aku telah jatuh cinta sama orang
yang enggak bakal aku punya.
Ada satu kenangan yang sampai
saat ini aku selalu ingat dan bakal selalu aku ingat sampai kapanpun. Kenangan
dimana aku benar-benar bahagia luar biasa. Aku persingkat ceritanya, hari ini
ada ujian praktek beberapa mapel dan hari ini TIK dilaksanakan pada sore hari.
Apa lagi aku nomor lumayan terakhir, aku pasti bakal pulang sore banget.
Akhirnya setelah sholat dhuhur, ujian dilakukan jelas dari nomor awal dulu. Ada
beberapa praktek sih yang perlu dilakukan. Dalam hati pokonya aku harus bisa,
bisa, bisa, dan bisa. Aku harus bikin dia bangga dan menghapus rasa maluku
tentang kejadian tiga tahun lalu. Dan ujian pun alhamdulillah berjalan mulus,
lancar juga praktekku kali ini. Dan masih ada satu tes lagi. Yang bakal
dilakukan setelah sholat ashar. Aku pun turun kebawah dan menuju ke mushola.
Hari ini memang sepi karena hanya ada kelasku dan ada beberapa yang pulang
kerumah.
Saat aku sedang duduk di depan
pintu masuk mushola menunggu teman yang sedang sholat. Aku sedang tidak sholat
hari itu. Tiba-tiba dia nonggol dari samping mushola dan dia melihatku dalam,
aku pun membalas pandangan itu. Bener-bener nyetuh hati, pandangannya dia lebih
dari biasa. Apa ada yang salah dari aku. Hari ini aku anggap aku biasa saja dan
enggak ada sesuatu yang aku pake. Hanya saja dari dulu aku rambut aku selalu
aku ikat, ini memang peraturan sekolah untuk mengikat rambut jika sudah bisa
diikat. Namun hari ini aku lepas ikatan rambutnya dan biarkan tergerai. Dan
hanya itu yang membua aku berbeda dari dulu. Apa mungkin itu yang membuat aku
berbeda. Tapi aku bener-bener mendapati pandangan dia yang begitu beda. Aku
masih penasaran sampai sekarang, apa mungkin dia tertarik sama aku. Mungkin?
Hari perpisahan pun didepan
mata. Hari ini perpisahan diadakan. Dalam hati aku ingin memuaskan untuk
memandang dia. pokonya harus harus dan harus, aku takut jika aku enggak bisa
lihat dia lagi, apalagi senyumannya dia. walaupun saat perpisahan ada ibuku,
aku enggak masalah, aku harus tetap memandang dia terus, toh enggak terlalu
terlihat juga. Hari itu benar ingin sekali aku menangis, bukan karena aku bakal
pisah sama teman-teman. Namun aku takut pisah dari dia, Cuma dia yang ada
dipikiranku saat itu. Aku Cuma mau habiskan waktu perpisahan ini dengan menatap
dia dalam-dalam. Dan aku juga ingin memberikan hasil terbaik sama dia dengan
mendapat nilai ujian bagus. Pokonya aku akan lakukan demi dia. Dan
alhamdulillah aku mendapat nilai yang cukup memuaskan bagi aku dan ibu terutama
dia.
Dan aku sekolah di sma yang
termasuk favorit dan dekat juga dari smp. Semenjak sma, aku mempunyai cara
untuk bisa melihat dia, yaitu setiap pulang sekolah aku selalu lewat smp,
bahkan sampai bolak-balik tiga kali. Ini semua aku lakukan demi bisa ketemu
dia. Memang banyak yang gagal, namun ya ada satu dua kali yang berhasil. Lewat
situ aja udah seneng apa lagi bisa ketemu. Ada tiga kali mungkin aku ketemu
sama dia. Namun yang paling istimewa dan berkesan saat aku lewat dan aku juga
enggak berharap ketemu dia. Tiba-tiba dia keluar sekolah dan berhenti hanya
untuk membenarkan headset tepat di saat aku lewat. Mungkin jika dia enggak
berhenti, aku enggak bakal ketemu sama dia. Ini bener-bener jalan tuhan, ini
hidayah yang tuhan berikan walaupun aku enggak lihat wajahnya penuh, karena
tertutup masker namun aku tetap senang dan bahkan sangat senang karena ini
seperti sudah direncanakan oleh tuhan.
Aku ingat sekali kejadian itu,
itu terjadi saat aku kelas tiga akhir yang bentar lagi bakal ujian. Aku emang
berdoa agar bisa lihat dia sebelum ujian dan ternyata doaku dikabulkan. Dan
mungkin itu pertemuan terakhir aku. Susah memang untuk ketemu dia, karena aku
engga tahu kapan dia pulang. Yang jelas selama kelas tiga aku lebih sering
lewat situ. Ada beberapa teman aku yang bingung mengapa aku muter-muter dulu
kalo pulang, tapi aku enggak bisa cerita tentang ini. Dan sampai saat ini aku
masih mencintai dia, bahkan mungkin lebih dari cinta anak remaja. Aku tulus
sayng dia, aku menerima kekurangan dia, walaupun dia guru aku dan umur kami
terpaut jauh, yang paling utama lagi dia udah nikah yang membuat harapan aku
pupus. Namun aku selalu berharap bisa mendapatkan dia, namun eku enggak
berharap dia berpisah.
Sampai detik ini, udah enam
tahun lebih aku jatuh cinta sama dia dan selama ini pula cinta aku enggak
berkurang sama dia. Bagiku dia sempurna dan menjadi motivasi dalam semangatku
selama ini. Mungkin ini enggak seharusnya terjadi, namun apa boleh buat, aku enggak
memaksa untuk cinta sama dia. Yang jelas selama enam tahun ini, banyak kenangan
indah bareng dia, walaupun hanya tiga tahun bersama. Aku mengambil hikmah dari
semua ini, aku harap bisa memiliki suami seperti dia. Dan maaf jika aku
mencintaimu, ini bukan mauku dan ini jalan tuhan untukku. Mungkin ada hikmah
yang ada. Kita tidak tahu. Yang jelas aku sangat mencintaimu tulus dari hatiku.